Gubernur Sulteng Bantah Isu Dana Rp819 Miliar Mengendap, Sebut Masih Proses Asistensi di Kemendagri

Gubernur Sulteng Anwar Hafid. -Foto: Instagram @anwarhafid14-
Palu, Disway.id - Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid membantah kabar yang menyebut adanya dana pemerintah provinsi sebesar Rp819 miliar yang mengendap dan belum digunakan.
Ia menjelaskan, dana tersebut belum bisa disalurkan karena masih menunggu proses asistensi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setelah sebelumnya disetujui DPRD Sulteng melalui Peraturan Daerah tentang APBD Perubahan (APBD-P) Tahun 2025.
“Dana itu bukan mengendap, tetapi sedang menunggu mekanisme dan aturan penyalurannya. Setelah proses asistensi di Kemendagri selesai, baru bisa disalurkan sesuai peruntukannya masing-masing,” tegas Anwar Hafid melalui pesan WhatsApp dari Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Menurut Anwar, proses asistensi dari Kemendagri merupakan bagian dari mekanisme pengawasan dan sinkronisasi kebijakan daerah dengan program nasional, sekaligus memastikan bahwa pelaksanaan APBD tetap mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Asistensi ini penting agar pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD berjalan optimal dan sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Gubernur Anwar juga menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, termasuk dalam setiap tahapan asistensi maupun penyaluran anggaran.
“Kami tetap konsisten menjalankan tata kelola keuangan yang transparan, akuntabel, dan sesuai regulasi,” tambahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan sebagai tanggapan atas kritik dari Guru Besar Ekonomi Bisnis Universitas Tadulako (Untad) Palu, Ahlis Djirimu, yang sebelumnya menyoroti dugaan adanya dana Rp819 miliar yang belum terserap di rekening Pemprov Sulteng.
Dalam pandangannya, Ahlis menilai kondisi tersebut bisa berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah, mengingat sekitar 94 persen perekonomian Sulawesi Tengah masih ditopang oleh belanja APBN dan APBD.
“Secara akademik, ekonomi Sulteng bersifat demand driven. Bila dana pemerintah tidak segera beredar, efeknya bisa berantai pada perputaran ekonomi daerah,” ujar Ahlis.
Ia juga memperingatkan bahwa tertundanya realisasi belanja daerah berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi, menghambat penciptaan lapangan kerja, dan meningkatkan pengangguran terselubung.
Menurut perhitungannya, pertumbuhan ekonomi Sulteng yang sebelumnya mencapai 7,95 persen, berpotensi menurun menjadi sekitar 5 hingga 6 persen pada triwulan III tahun 2025 jika kondisi ini tidak segera diselesaikan.
“Dana APBD yang tidak segera terserap bisa memicu stres fiskal bahkan badai fiskal. Masyarakat mulai mengandalkan tabungan dan sebagian berutang untuk bertahan,” jelasnya.
Sebagai solusi, Ahlis menyarankan agar Pemprov Sulteng dapat meniru beberapa provinsi lain seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Riau, dan Nusa Tenggara Timur yang berhasil memanfaatkan hibah internasional sebagai alternatif sumber pembiayaan non-transfer dari pusat.
Sumber: