Palu, Didway.id – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) menegaskan keseriusannya menyelesaikan konflik lahan eks Hak Guna Bangunan (HGB) yang melibatkan warga Kelurahan Tondo, Talise, dan Talise Valangguni dengan sejumlah perusahaan. Penegasan itu disampaikan saat aksi demonstrasi Aliansi Perjuangan Masyarakat Kota Palu berlangsung di Kantor Gubernur Sulteng, Kamis, 11 September 2025.
Dalam aksinya, massa menuntut pencabutan HGB milik PT Sinar Putra Murni, PT Sinar Waluyo, dan PT Duta Dharma Bhakti yang dianggap tidak lagi mengelola lahan sesuai peruntukan. Warga menilai tanah tersebut mendesak untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan kawasan permukiman.
Massa aksi melakukan long march dari Kantor Gubernur menuju DPRD Sulteng, Kanwil ATR/BPN, hingga Kantor Wali Kota Palu. Saat tiba di Kantor Gubernur, mereka disambut Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Sulteng Fahrudin, perwakilan Biro Hukum, Ketua Harian Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA), serta perwakilan Kanwil BPN Sulteng dan Kantor Pertanahan Kota Palu.
Mewakili Gubernur, Fahrudin menegaskan bahwa pemerintah akan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur Sulawesi Tengah, berkomitmen untuk selalu berada di pihak masyarakat. Tuntutan ini akan segera ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi melibatkan seluruh pihak, termasuk perwakilan masyarakat, agar solusi yang diambil benar-benar adil,” ujarnya.
Ketua Satgas PKA Eva Bande menambahkan, keberadaan satgas adalah bukti komitmen pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria.
“Pembentukan Satgas PKA ini merupakan komitmen Gubernur untuk menyelesaikan konflik agraria di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu. Sudah saatnya kita mengakhiri tangisan penderitaan masyarakat. Saya tegaskan, pemerintah jangan berpihak pada pemodal besar, tapi harus berdiri bersama masyarakat kecil yang kerap terpinggirkan,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov Sulteng akan menggelar rapat resmi pada Jumat, 12 September 2025, dengan menghadirkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk perwakilan masyarakat, sebagai wujud transparansi dalam penyelesaian konflik lahan tersebut.