Gempur Desak Aparat Tuntaskan Dugaan Investasi Ilegal PT UCS
GEMPUR mendesak aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan penanganan perkara dugaan investasi ilegal yang menyeret HS, DirutPT UCS.-Foto: Istimewa-
Disway.id - Gerakan Masyarakat Peduli Uang Rakyat (GEMPUR) mendesak aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan penanganan perkara dugaan investasi ilegal yang menyeret HS, Direktur Utama PT UCS. Desakan tersebut disampaikan seiring meningkatnya perhatian publik terhadap maraknya kasus investasi bodong yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.
Koordinator GEMPUR, Denny W, menyebutkan bahwa berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), praktik investasi ilegal sejak 2017 hingga kuartal III-2025 telah merugikan masyarakat dengan nilai mencapai Rp142,22 triliun. Salah satu kasus yang menjadi sorotan GEMPUR adalah dugaan investasi bodong PT UCS dengan estimasi kerugian korban sekitar Rp362 miliar.
“Kasus PT UCS ini bukan perkara kecil. Ratusan masyarakat menjadi korban, dan hingga kini belum ada kepastian hukum yang jelas,” kata Denny W dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).
Denny menjelaskan, perkara tersebut bermula dari penerbitan bilyet investasi tanpa izin OJK dengan jaminan saham PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. Padahal, saham milik PT UCS sebanyak sekitar 2,7 miliar lembar atau setara 37 persen kepemilikan diketahui telah lebih dulu diagunkan ke salah satu bank sejak 2018.
Namun demikian, pada rentang waktu 2019 hingga 2020, PT UCS kembali menerbitkan bilyet investasi dengan menjadikan sekitar 1 miliar lembar saham yang sudah berstatus agunan sebagai jaminan. Praktik ini dinilai menyesatkan dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Ketika para investor mulai menuntut pengembalian dana, lanjut Denny, manajemen PT UCS justru mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang kemudian berujung pada pailitnya perusahaan. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya menghindari tanggung jawab kepada para korban.
“Pengajuan PKPU dan pemailitan perusahaan di tengah tuntutan nasabah patut diduga sebagai strategi untuk menghindari kewajiban pembayaran. Ini merupakan kejahatan ekonomi serius yang merusak rasa keadilan publik dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia investasi,” ujarnya.
Denny juga menyoroti lambannya penanganan laporan hukum yang telah diajukan para korban sejak 2020 hingga 2025. Tercatat setidaknya ada tiga laporan polisi yang dibuat, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti, meskipun sejumlah pihak telah dimintai keterangan.
“Kondisi ini menimbulkan keresahan publik dan memunculkan dugaan adanya kekuatan tertentu yang menghambat proses hukum,” tegasnya.
Atas dasar itu, GEMPUR menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain mendesak Polri agar menangani perkara ini secara profesional, cepat, dan transparan tanpa tebang pilih. GEMPUR juga meminta agar pihak-pihak yang bertanggung jawab segera ditetapkan sebagai tersangka serta mendorong penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna menyita aset dan memulihkan kerugian korban.
Selain kepada aparat penegak hukum, GEMPUR juga meminta OJK dan pemerintah memperketat pengawasan terhadap aktivitas investasi, serta mendorong DPR RI menjalankan fungsi pengawasan agar proses hukum benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Penegakan hukum harus adil, berhati nurani, dan tidak boleh tumpul ke atas serta tajam ke bawah. Ini menyangkut kepercayaan rakyat dan masa depan iklim investasi nasional,” pungkasnya.
Sumber: