Relawan TEGAS Desak Pencabutan PB 2 Menteri, Dinilai Batasi Kebebasan Beribadah
Sejumlah tokoh lintas agama mendesak pemerintah mencabut Peraturan Bersama Dua Menteri (PBM) Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah. -Foto: Istimewa-
Jakarta, Disway.id - Sejumlah tokoh lintas agama mendesak pemerintah mencabut Peraturan Bersama Dua Menteri (PBM) Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah. Aturan itu dinilai bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan semangat konstitusi yang menjamin kebebasan beragama.
Dorongan tersebut mengemuka dalam Talkshow “Polemik & Konflik di Balik PB 2 Menteri” yang digelar komunitas TEGAS Jaga Indonesia, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Pakar komunikasi Ade Armando menilai, PBM 2006 telah lama menjadi sumber ketidakadilan bagi berbagai umat beragama di Indonesia.
“Sudah banyak korban yang dirampas hak beribadahnya. Bukan hanya dari kelompok Kristen, tapi juga Islam, Hindu, Budha, dan penghayat kepercayaan,” ujar Ade.
Ia menegaskan, aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap warga negara untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
“Enough is enough. Presiden Prabowo harus mencabut PB 2 Menteri itu dan menjamin hak setiap warga negara untuk beribadah,” tegasnya.
Pandangan senada disampaikan Halili Hasan, peneliti dari Setara Institute, yang menilai PBM tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam konstitusi.
“Syarat minimal 90 jemaah dan 60 tanda tangan warga sekitar itu tidak punya landasan konstitusional. UUD 1945 tidak pernah mengatur syarat semacam itu,” kata Halili.
Halili menilai, kebijakan tersebut justru memperkuat praktik intoleransi di tingkat lokal dan membuka ruang bagi diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Kritik terhadap PBM juga datang dari berbagai perwakilan komunitas keagamaan yang hadir dalam forum tersebut. Pendeta Immanuel dari Seminari Bethel dan Dewi Kanti dari International Conference on Religion and Peace (ICRP) menyoroti masih kuatnya diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan, terutama dalam urusan pernikahan dan pendirian rumah ibadah.
“Sampai hari ini, penganut penghayat kepercayaan sulit melangsungkan pernikahan kecuali melalui lima agama resmi yang diakui,” ungkap Dewi.
Selain itu, perwakilan dari Ahmadiyah Garut dan Gereja Tessalonika Teluk Naga, Tangerang, turut berbagi pengalaman penyegelan rumah ibadah mereka yang dinilai tidak berdasar.
“Rumah ibadah kami disegel tanpa alasan yang jelas, padahal seluruh persyaratan administratif sudah kami penuhi,” ujar salah satu jemaat.
Ketua TEGAS Jaga Indonesia, Veronika Rintar, menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti hasil diskusi dengan menyusun rekomendasi resmi kepada Presiden Prabowo Subianto.
Sumber: