Dukung Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Aliansi Indonesia Timur: Saatnya Bangsa Berdamai dengan Sejarah

Dukung Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Aliansi Indonesia Timur: Saatnya Bangsa Berdamai dengan Sejarah

Ketua Umum Aliansi Indonesia Timur, Emanuel Mikael Kota.-Foto: Istimewa-

Jakarta, Disway.id - Ketua Umum Aliansi Indonesia Timur, Emanuel Mikael Kota, menilai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Presiden Soeharto, berpotensi membuka kembali luka sejarah yang seharusnya telah disembuhkan oleh bangsa.

Megawati sebelumnya menyampaikan keberatannya dalam seminar internasional memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika di Blitar, 1 November 2025. Ia menyebut keluarganya masih menyimpan trauma masa lalu, termasuk pengalaman sulitnya pemakaman Presiden Soekarno pada masa pemerintahan Soeharto.

Menanggapi hal tersebut, Emanuel menegaskan, gelar Pahlawan Nasional merupakan bentuk penghormatan negara terhadap jasa tokoh bangsa, bukan arena balas dendam politik antar generasi.

“Kalau penghormatan pada tokoh bangsa masih diukur dari luka masa lalu, maka bangsa ini tidak sedang berdamai, tapi sedang berbalas rasa. Kita perlu rekonsiliasi, bukan retaliasi,” ujarnya, Sabtu, 8 November 2025.

Menurut Emanuel, jasa Soeharto dalam menjaga stabilitas nasional, membangun sektor pertanian, dan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia selama puluhan tahun tidak dapat dihapus hanya karena perbedaan pandangan politik. Ia menilai setiap pemimpin memiliki catatan, namun sejarah yang utuh harus dilihat dari dampak perjuangan terhadap bangsa.

“Soeharto bukan tanpa cela, tapi beliau juga bukan tanpa jasa. Beliau pemimpin yang melanjutkan estafet sejarah dari Soekarno, bukan pemutusnya,” tegasnya.

Emanuel menilai bangsa Indonesia perlu bersikap dewasa dalam menghadapi perbedaan tafsir sejarah. Ia mengingatkan bahwa warisan dendam politik justru berpotensi menciptakan jurang antargenerasi.

“Kalau dendam terus dipelihara, nanti anak cucu kita belajar sakit hati, bukan belajar menghargai sejarah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Emanuel mengajak seluruh elemen politik untuk menjadi teladan dalam memupuk semangat persatuan dan rekonsiliasi nasional. Menurutnya, semua partai politik di Indonesia sering menyerukan perdamaian dan persatuan, sehingga seharusnya juga mampu menunjukkan kedewasaan dalam menyikapi masa lalu bangsa.

“Rekonsiliasi adalah wujud kematangan politik, sedangkan retaliasi hanya menunjukkan kita belum tuntas memahami makna kebangsaan,” katanya.

Emanuel menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa penghormatan terhadap tokoh bangsa seharusnya menjadi ruang edukatif bagi generasi muda untuk mengenal perjalanan sejarah Indonesia secara objektif.

“Bangsa besar bukan bangsa tanpa luka, tapi bangsa yang bisa memaafkan dan terus melangkah. Gelar pahlawan untuk Soeharto bukan tentang masa lalu, tapi tentang kemauan bangsa ini untuk berdamai,” pungkasnya.

Sumber: