Skandal Jet Pribadi di Kualanamu, Avisafe Institute Minta Otoritas Bandara dan Beking Aparat Diusut Tuntas

Pengamat dari Aviation Safety & Security Institute (Avisafe Institute), Arief Darmawan.-Foto: Istimewa-
Jakarta, Disway.id - Pengamat dari Aviation Safety & Security Institute (Avisafe Institute), Arief Darmawan, menilai polemik jet pribadi di Bandara Internasional Kualanamu, Medan, kembali memantik perhatian publik. Nama pengusaha kontroversial asal Medan, berinisial RA yang disebut-sebut kembali berada di balik kasus tersebut.
“Kasus jet pribadi ini bukan sekadar pelanggaran administratif penerbangan, melainkan indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang otoritas bandara yang di bekingi aparat,” kata Arief Darmawan dalam pernyataan tertulis, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, temuan di lapangan menunjukkan adanya pola pelanggaran berulang yang mengarah pada dugaan keterlibatan oknum otoritas bandara dan aparat sebagai pelindung.
“Bayangkan saja, ada kasus permit jet pribadi ini dengan flight clearance (FC), yang semestinya diajukan tiga hari sebelum keberangkatan sesuai regulasi Permen Kemenhub, justru di Kualanamu bisa hanya sehari bahkan di hari yang sama,” jelasnya.
Arief juga menyoroti kejanggalan data penumpang dalam pengajuan flight clearance yang tidak sesuai dengan kenyataan.
“Pada Juli 2025, FC diajukan untuk 5 orang, tetapi di apron ditemukan 10 orang. Pada Agustus 2025, FC hanya mencantumkan 4 orang, namun realitanya 11 orang,” kata Arief.
Lebih jauh, ia menyebut adanya dugaan fasilitas ilegal yang diberikan kepada kelompok pengusaha tersebut.
“Petugas imigrasi diduga untuk menservis kelompok pengusaha A ini malah mendatangi penumpang hingga ke VIP room untuk cap paspor, padahal sejak September 2025 berlaku aturan seluruh penumpang wajib mengisi formulir kedatangan,” kata Arief.
Ia juga mengungkap, akses kendaraan non-fasilitas bandara ke area terbatas, termasuk apron, terbuka luas untuk disalahgunakan dengan hanya bermodalkan plat form. Kondisi ini dinilai berpotensi besar menciptakan celah keamanan.
“Ini bukan sekadar keteledoran. Ada pola yang rapi, sistematis, dan jelas-jelas melibatkan otoritas bandara. Bahkan kami menduga adanya beking aparat keamanan yang menjaga pengusaha tsb sehingga membuat pengusaha ini bisa leluasa bergerak,” tambahnya.
Menurut Arief, lemahnya pengawasan Kementerian Perhubungan yang lebih menekankan verifikasi dokumen ketimbang pengecekan lapangan menciptakan ruang abu-abu dalam praktik penerbangan charter.
“Kondisi ini menciptakan ruang abu-abu yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyelundupkan barang atau bahkan manusia dengan dalih penerbangan charter,” jelasnya.
Ia menegaskan, tanpa adanya sanksi tegas terhadap otoritas bandara yang terbukti bermain, kasus serupa akan terus terulang.
“Presiden Prabowo harus memerintahkan Kejagung dan Polri untuk membongkar habis jaringan ini, termasuk beking aparatnya,” desaknya.
Sumber: